Di penghujung tahun 2024, masyarakat Indonesia menghadapi dua kenyataan pahit. Di sisi lain, jumlah kasus terinfeksi virus COVID-19 kian meningkat. Di sisi lain, ironisnya, ada klaim bahwa kesejahteraan sosial (Bansos) yang bertujuan untuk meringankan penderitaan masyarakat pengaruh pandemi, telah runtuh, dan salah satu tersangka ialah Juliari Batubala, menteri yang membidangi sosial. problem. .. Banyak laporan dugaan penyelewengan pandemi kesejahteraan juga telah diterima oleh aparat penegak tata tertib di berbagai kawasan Indonesia. Sebelum kejadian korupsi kesejahteraan sosial COVID-19, banyak insiden korupsi kesejahteraan sosial yang terjadi, terutamanya di tingkat pemerintah tempat (Pemda). Hal ini memperlihatkan adanya problem struktural dalam pengelolaan dana yang rentan kepada politik dan korupsi. (Kunarso & Sumaryanto, 2024)
Persoalan pengelolaan kesejahteraan sosial terkait dengan tata tertib yang ada. Kesejahteraan slot bet 200 sosial ialah penyediaan uang, barang, atau jasa oleh pemerintah pusat atau tempat kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat untuk melindungi masyarakat. Kemungkinan risiko sosial. Persoalan awam, mekanisme pengelolaan bansos dibagi menjadi tiga fase: penganggaran, pengerjaan, dan pelaporan. Persoalan program kesejahteraan paling kerap muncul pada tahap penganggaran dan pengerjaan kesejahteraan, dua dari tiga tahap awam. Cara problem dalam pengelolaan Bansos:
1. Terjadi pada akurasi data rujukan penetapan penerima bansos.
Kementerian Sosial sendiri mengakui bahwa DTKS terakhir diperbarui secara signifikan pada tahun 2015, melainkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengidentifikasi berbagai problem terkait DTKS. B. Duplikasi data yang tak lengkap dan duplikasi jutaan data.
2. Bansos rentan dimanfaatkan untuk kepentingan politik.
Ketidakakuratan data, ditambah dengan besarnya kewenangan kepala tempat dalam menetapkan penerima kesejahteraan, mensupport terjadinya kolusi dalam pemerataan kesejahteraan. Kesejahteraan didistribusikan berdasarkan pertimbangan politik dan elektoral daripada keperluan masyarakat yang sebetulnya.
Pada tahap distribusi, kesejahteraan dibayarkan secara tunai atau dengan mengirimkan uang ke rekening bank penerima kesejahteraan atau bank pemberi pinjaman. Penyaluran bansos berupa barang didahului dengan pengerjaan pengadaan barang dan jasa kemudian dikasih segera kepada penerima bansos. Pengerjaan ini diterapkan Kemensos untuk menyalurkan sembako COVID-19 senilai puluhan triliun rupiah yang kemudian menjadi problem. (Launa & Lusianawati, 2021)
3. Kecuali bansos ialah korupsi pengadaan.
Dalam Korupsi Bansos COVID-19, perusahaan pengadaan diduga membayar “upah” kepada pejabat kementerian kesejahteraan atas penunjukan mereka sebagai penyedia paket kesejahteraan pandemi. Seumpama itu, pengerjaan penyaluran bansos juga menghadirkan problem lain. , penyaluran kepada pemangku kepentingan fiktif, atau kepada sesama PNS yang tujuannya supaya dana kesejahteraan sosial mengalir ke kantong pribadi atau kolektif. Hal ini terjadi pada tahun 2010 dalam kasus korupsi kesejahteraan sosial Bandung. (Anwar Musadat, 2021)